Tuesday, March 21, 2017

Beberapa Tahun yang Lalu Bolong Puasa, Tapi Belum Mengqadha', Bagaimana?

Beberapa Tahun yang Lalu Bolong Puasa, Tapi Belum Mengqadha', Bagaimana?

iklan 336x280 iklan link responsive
iklan 336x280 iklan link responsive

Baca Juga

Beberapa Tahun yang Lalu Bolong Puasa, Tapi Belum Mengqadha', Bagaimana?
Sekarang usia sudah 40 tahun, 5 tahun yang lalu ada puasa yang bolong dan baru ingat bahwa selama 2 minggu kedatangan tamu (haid). Bagaimana, puasa-puasa kita sebelum tahun ini? Kemudian apakah harus segera diganti?

Mengutip almanhaj.or.id, dijelaskan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, beberapa pertanyaan mengenai puasa Ramadhan ini.

Pertanyaan
Sekarang saya berumur lima puluh tahun, dua puluh tujuh tahun yang lalu saya tidak berpuasa selama lima belas hari karena melahirkan salah seorang anak saya, dan saya belum sempat mengqadha di tahun tersebut, bolehkah saya mengqadha puasa itu saat ini, dan apakah saya berdosa.?

Jawaban
Hendaklah Anda bertobat kepada Allah karena penundaan ini dan Anda harus mengqadha puasa yang lima belas hari itu dengan disertai memberi makan kepada seorang fakir miskin sejumlah hari yang Anda tinggalkan sebanyak setengah sha' yang berupa makanan pokok.

[Kitab Fatawa Ad-Da'wah, Syaikh Ibnu Baaz, 2/159]

Pertanyaan
Pada salah satu bulan Ramadhan beberapa tahun yang lalu, saya mendapat haidh oleh karena saya tidak berpuasa dan sampai saya belum mengqadha utang puasa itu, tapi saya tidak mengetahui berapa jumlah hari yang harus saya qadha itu, apa yang harus saya lakukan ?

Jawaban
Anda harus melaksanakan tiga hal.

Pertama : Bertobat kepada Allah karena keterlambatan itu dan menyesali apa yang telah Anda mengabaikan suatu ketetapan Allah, di samping itu Anda harus bertekad untuk tidak mengulangi peruntukan itu lagi, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Arti: Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung" [An-nur : 31]

Menunda-nunda qadha puasa ialah suatu maksiat, maka bertaubatlah kepada Allah dari itu ialah suatu kewajiban.

Kedua: Segera mengqadha puasa berdasarkan perkiraan Anda dalam menentukan jumlah harinya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membebani seseorang kecuali apa yang disanggupinya. Berapa jumlah hari yang telah Anda tinggalkan menurut dugaan Anda, maka sejumlah hari itulah yang harus Anda qadha. Jika Anda perkirakan bahwa puasa yang harus Anda qadha itu sepuluh hari, maka hendaklah Anda berpuasa sepuluh hari, dan jika Anda menduga bahwa jumlah lebih banyak atau kurang dari itu, maka berpuasalah Anda berdasarkan dari sepuluh hari makan berpuasalah Anda dengan berpatokan pada dugaan Anda itu, berdasarkan firman Allah.

"Arti : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuatu dengan kesanggupannya" [Al-Baqarah : 286]

Dan firman Allah.

"Arti : Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu" [At-Taghabun : 16]

Ketiga : Memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang Anda qadha itu, dan itu bisa diberikan seluruh kepada satu orang miskin. Jika Anda sendiri seorang yang miskin sehingga tidak dapat memberi makan, maka tidak mengapa Anda tidak melakukan yang ini tetapi tetap bertaubat dan mengqadha puasa. Jika Anda mampu memberi makan, maka jumlah yang harus diberikan ialah setengah sha' makanan pokok, yaitu sekitar satu setengah kilogram.

[Majmu'ah Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Syaikh Ibnu Baaz, 6/19]


MEMPUNYAI UTANG PUASA SELAMA DUA RATUS HARI KARENA KETIDAK TAHUANNYA DAN SEKARANG SEDANG SAKIT

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Seorang wanita berusia lima puluh tahun tengah menderita diabetes (penyakit gula), sementara puasa bagi ialah suatu hal yang sangat memberatkan karena kondisi yang seperti itu. Kendati demikian ia tetap berpuasa pada bulan Ramadhan, hanya saja ia tidak tahu bahwa hari-hari haidh di bulan Ramadhan harus diqadha, dan jika dihitung masa haidh selama beberapa tahun lalu itu, maka ia harus mengqadha puasa selama dua ratus hari, bagaimanakah hukum yang dua ratus hari ini, sebab kini ia sedang sakit? Apakah Allah mengampuni apa yang telah lalu itu, ataukah ia tetap harus berpuasa dan memberi makan orang yang berpuasa? Apakah mesti memberi makan kepada orang yang berpuasa, atau memberi makan kepada sembarang orang miskin ?

Jawaban
Jika keadaan seperti yang digambarkan oleh penanya, yaitu puasa akan membahayakan diri kerena usia yang telah lanjut atau karena penyakit yang dideritanya, maka ia harus memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan sebanyak hari tersebut. Begitu juga dengan puasa-puasa yang akan datang jika berpuasa itu menyulitkan bagi dan tidak ada harapan untuk keluar dari kesulitan itu, yaitu harus memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditiinggalkannya. [Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Ibnu Utsaimin, 3/54]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, penerjemah Amir Hazmah Fakhruddin]


Baca juga : 




iklan 336x280 iklan link responsive (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Related Posts

Beberapa Tahun yang Lalu Bolong Puasa, Tapi Belum Mengqadha', Bagaimana?
4/ 5
Oleh